Selasa, 31 Desember 2013

THE SECRET OF DREAM


Manusia mana yang tak punya mimpi. Manusia mana yang tak memiliki harapan. Manusia mana yang tercipta tanpa cita dan cinta……….
Aku terlahir sebagai wanita yang memiliki sejuta mimpi.
Aku terlahir sebagai wanita yang memiliki harapan segunung.
Aku terlahir sebagai wanita yang memiliki cita dan cinta seluas samudera.

Ini adalah mimpi, harapan, cita dan cinta-ku di tahun baru 2014 ini.
1.   Menghatamkan hafalan Al-Qur’an 30 juz dan mengikuti wisuda tahfidz
2.  Menyelesaikan skripsi dan mengikuti wisuda akademik
3.  Mambaca Al-Qur’an 30 juz bilghoib di rumah
4.  Menciptakan cerpen dan puisi sebanyak 220 karya
5.  Mengajar di MA dan SMA
6.  Membuka toko buku dan perlatan tulis ataupun aksesoris lainnya
7.  Menyiapkan diri untuk melanjutkan studi S2
8.  Berkunjung ke UGM, UI, IPB dan ITB
9.  Bertemu langsung dengan Afifah Afra dan penulis handal lainnya
10.Bekerjasama dan bergabung dengan penerbit Afra Publishing, Diva Press dan lainnya.


“satu mimpi, satu harapan, satu cita dan satu cinta yaitu mengabdi penuh kepada-NYA dengan berjuta hiasan dan warna”




zada el-Qolbiy
Malang, 01 Januari 2014
07.00 WIB

WELLCOME TO 2014

 Bismillahirrohmanirrohiim….
Ini adalah awal tahun. Aku menuliskan ini tepat dipagi hari di awal tahun 2014. Tahun dimana mimpi-mimpi yang indah senantiasa membayang dalam angan dan piker. Mimpi untk segera meraih cita dan cinta yang menjadi harapan. Mimpi untuk segera bisa diwisuda. Wisuda Tahfidz dan wisuda Akademik adalah harapan dan mimpi besar yang harus segera tercapai di tahun ini. Keinginan dan cita-cita ini adalah harga mati yang tak akan bisa ditawar lagi. Tahun ini mimpi itu harus segera terealisasi.
Awal tahun adalah awal untuk membuka lembaran baru setelah menutup lembaran-lembaran di tahun sebelumnya. Tahun ini harus lebih indah jika tahun yang lalu kurang indah. Tahun ini harus lebih rajin jika tahun yang lalu malas masih sering menghantui. Tahun ini harus lebih optimis jika tahun lalu pesimis masih mengganggu. Adalah sebuah perjuangan besar untuk meningkatkan semua tujuan hidup itu. Namun aku yakin Allah tak akan pernah menyia-nyiakan usaha hamba-NYA jika memang benar-benar berkehendak untuk mengubah dirinya menjadi yang lebih baik.
Pengalaman hidup telah aku kunyah selama 21 tahun. Selama itu tak hanya pengalaman manis yang aku peroleh. Pahitnya kehidupan sudah sering aku rasakan. Tahun 2014 ternyata aku masih bisa diberi kesempatan. Diberi kesempatan untuk mengisi detik-detik waktunya sesuai keinginanku. Kesempatan itu dipasrahkan oleh Alloh padaku. Terserah bagaimana aku memainkannya. Jika aku tergolong hamba yang bersyukur, maka aku pasti akan menggunakan waktu-waktu ini hanya untuk mengabdi pada-NYA. Namun karena aku masih tergolong hamba yang belum sempurna, maka aku masih dalam tahap usaha. Usaha untuk bisa mengabdi sepenuhnya kepada-NYA. Tak ada yang sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik-NYA. Hamba hanya bisa berusaha dan semua DIA-lah penentunya.

Semoga tahun baru ini menjadi tahun yang indah untuk berproses menuju kemenangan dan kebaikan.
Semoga Cinta kepada Alloh senantiasa tersemat di dalam dada.
Semoga apa yang menjadi harapan dan do’a sebagai hamba senantiasa dikabulkan oleh-NYA.




Zada el-Qolbiy
Malang, 01 januari 2014
06.30 WIB

"GEMURUH RASA"

by : Zada El-Qolbiy

Kalau saja kala itu bayangmu tak pernah jatuh di retinaku
Kalau saja kala itu debu halus berhasil mengedipkan mataku
Kalau saja kala itu kupu kecil mencoba mengalihkan perhatianku
Maka rasa itu tak akan pernah menghantui pikiranku

Telagaku kini tak pernah berhenti riaknya
Gemuruh rasa itu sulit tuk dikendalikan
Bayangmu mengabut dan menutup pandanganku
Kau memenuhi semesta cintaku

Namun memilikimu tak semudah mengerdipkan mata
Panah asmara serasa sulit lepas dari busurnya
Dan Cintaku yang telah tumbuh memenuhi semesta

Kini hanya bisa kupendam di dalam dada




Malang, 31 Desember 2013
***Puisi ini tercipta secara tidak sengaja,
namun puisi ini adalah caraku untuk mengungkapkan rasa,
meski hanya lewat rangkaian kata,
***Sedikit bangga,
karena puisi ini telah berhasil menyisihkan 500 puisi lainnya,
walaupun belum berhasil dibukukan alias hanya sampai semi-final :-)
***Terus-lah semangat berkarya dengan Cinta yang selalu terjaga

Senin, 25 November 2013

MELATI CINTA (by : Zada el-Qolbiy)


“Pada intinya kita tidak akan pernah terhindar dari yang namanya kimia”, Bapak Fasya mengakhiri materi kuliah hari ini.
“Wusshhh…..” sebuah pesan masuk kedalam inbox Hp-ku.
“Assalamu’alaikum, maaf benar ini dengan Dila?. Saya Aldo, adiknya Mas Abi, Saya sekarang sedang di Malang Dil, tepatnya dikampusmu, boleh saya minta bantuan kamu Dil?”
Satu pesan dari nomer yang belum aku kenal sebelumnya. Namun membaca nama mas Abi aku langsung ingat masa SMA-ku. Mas Abi kakak tingkatku yang pernah menjadi idolaku.
Sambil berjalan menuju pintu keluar aku kirim pesan jawaban. “Wa’alaikumussalam, Iya benar saya Dila, Oh iya, kalau boleh tahu mau minta bantuan apa?”.
Tiba-tiba ketiga kawanku berteriak. “Dila, bungamu ketinggalan nih”, sambil berlari ke arahku.
“Hemm, terburu-buru banget sepertinya”, lanjut Lida.
“Iya, duluan ya”, kutarik rangkaian bunga Melati yang ada ditangan  Fada dan kutinggalkan mereka dalam keadaan bertanya-tanya. Rangkaian bunga itu sengaja aku beli untuk hiasan kamarku karena aku begitu tergoda dengan keindahan Melati. Kuturuni tangga dan kubaca pesan masuk selanjutnya.
Aldo ingin bertemu denganku di taman samping masjid untuk meminjam KTM-ku agar dia bisa meminjam buku perpustakaan di kampusku yang tidak ada dikampusnya. Karena kebetulan aku sedang ingin menuju masjid dan jam kuliah-pun juga sudah berakhir, aku iyakan permintaanya.
***
Sepanjang perjalanan menuju taman masjid, aku pegang erat-erat rangkaian bunga itu agar tidak rusak diterpa angin.
Kupandangi semua orang yang ada di taman samping masjid. Hampir semua yang ada disana tidak asing di penginderaan mataku. Namun ada dua orang yang bayangannya tak pernah jatuh sebelumnya di retinaku. Salah satu dari mereka tersenyum kepadaku. Tidak salah lagi, dialah Aldo, adik mas Abi yang sebelumnya pernah diceritakan oleh mas Abi padaku ketika SMA dulu. Prestasinya yang luar biasa di bidang tulis menulis sempat membuatku kagum dan penasaran untuk melihat orangnya langsung.
Seketika itu aku terkesima. Dia lebih mempesona dari yang pernah diceritakan. Wibawanya sungguh terlihat. Pemuda yang mempunyai intelektual tinggi. Tak heran jika banyak yang mengagumi.
Tiba-tiba batinku berkata, “Tidak mungkin cowok secakep dan sekeren dia belum punya pacar”.
“Dila ya?” sapanya mengagetkanku.
“e.. e.. ehm iya” jawabku gugup. “Maaf lama”, lanjutku.
“Oh iya ndak papa. Aku akan tinggal di asrama kampusmu selama tiga hari. Ada kegiatan organisasi yang kebetulan diadakan disini” jelasnya padaku.
Aku hanya tersenyum dan menjawab seperlunya. Ketika aku hendak memberikan KTM tersebut tiba-tiba ada sepeda yang menyerempetku dan,  “Brukkkk”, aku terjatuh di jalan samping taman itu. Tidak banyak yang menyaksikan kejadian itu. Anak kecil yang mengendarai sepeda itu langsung lari melihat tanganku terluka. Rangkaian bunga yang aku bawa sebelumnya jatuh berantakan tak karuan. Bunga itu rusak dan sebagian hancur tertindas ban sepeda. Aku meringis menahan sakit. Sementara Aldo yang melihat kejadian itu serta merta berusaha menolongku dan membantuku untuk bangkit. Luka tanganku terasa perih. Dibantu temannya, Aldo menggandengku menuju tempat duduk.
Bunga special itu hancur berantakan dan tak bisa diperbaiki lagi. Wajahku kusut menyimpan kecewa. Kuceritakan pada Aldo bahwa bunga itu bagiku sangat berharga. Tak ada yang menyamai keelokan bunga Melati. Aldo-pun tahu apa yang sedang aku rasakan. Seusai kejadian itu kamipun berpisah dan komunikasi kami berlanjut via sms.  
***
Keesokan harinya, giliran Aldo yang menemuiku di taman samping fakultas yang tidak jauh dari tempat Aldo menginap selama kegiatan di kampusku. Aku telah berada disana satu jam lebih awal dari biasanya karena aku harus mengerjakan tugas bersama teman-temanku yang lain. Aldo menemuiku untuk mengembalikan KTM yang kemaren sempat ia pinjam untuk meminjam buku.
“Dila”, panggilnya tiba-tiba mengagetkan aku dan teman-temanku. Aldo datang bersama empat temannya.
“Aldo, kamu sudah disini? Kok ndak sms dulu?” tanyaku.
“Ngapain sms, sudah cukup jelas alamat yang kamu berikan tadi malam”.
Sontak teman-temanku berteriak, “Cie,,,,”. Dan akupun hanya tersenyum melihat ulah mereka.
“Ini KTM kamu, terimakasih banyak telah membantu”, ucapnya dengan senyuman manis itu.
“Iya, sama-sama”, jawabku.
Tiba-tiba dia mengambil sesuatu dari tangan salah satu temannya. Dan Dia memberikan kepadaku sebuah rangkaian bunga indah yang sama persis dengan rangkaian bunga yang kemaren rusak.
“Dila, izinkan aku menjadi bagian dari Melati itu agar aku bisa selalu menemanimu dan menjadi pendampingmu”, pintanya padaku.
Aku begitu terkejut dengan semua ini. Didepan teman-temanku dan teman-temannya dia berani mengutarakan perasaanya kepadaku. Aku terpana. Akalku tiba-tiba melayang. Seperti mimpi. Dan akupun hanya tersenyum, mengangguk, mengiyakan permintaaanya. Melati Cintaku-pun kini semakin semerbak mewangi menebar pesonanya.

***




#Cerita ini kutujukan pada dia. Dia yang sempat membuatku terpukau dengan puluhan karyanya. Dia yang sempat membuat pikiranku kacau dengan sikap santun yang dimilikinya. Dia yang sempat hadir ke telaga cintaku. Dia yang terpisah disana. Dia yang sedang mempertebal ilmu agamanya. Dia yang pandai menyampaikan setiap opininya. Dia yang tak pernah berhenti menggoreskan karyanya. 



Senin, 04 November 2013

CINTAKU SEDERHANA (Zada el-Qolbiy)

Aku ingin mencintaimu dengan cara yang sederhana, ya sederhana saja. Karena alam telah mengajarkan kepadaku banyak hal mengenai kesederhanaan. Seekor zebra hanya meneguk air kubangan secukupnya meski panas terik membakar. Akupun tak akan melebihkan dan tak mau mengurangi. Inilah adanya. Cinta yang kuberikan kepadamu dengan cara yang sederhana. Aku hanya bisa bersikap padamu sesuai dengan kemampuanku. Aku tak akan melarang engkau mengharapkan yang lebih, tapi sekali lagi aku sampaikan, bahwa aku hanya bisa mencintaimu dengan caraku, cara yang cukup sederhana.

Jika engkau mengibaratkan aku bagaikan sekuntum bunga dengan mahkota yang indah dan menawan, maka aku hanya akan tersenyum dan menebar wewangian secukupnya tanpa  mencoba merayumu wahai engkau kumbang menawan yang ada disampingku. Aku ingin dengan caraku mencintaimu yang cukup sederhana ini mampu menciptakan keharmonisan dan ketulusan yang luasnya menyamai semesta. 

Rabu, 25 September 2013

PERJALANAN KASIH

Pagi itu seperti pagi-pagi biasanya. Setelah adzan shubuh berkumandang, maka beberapa menit kemudian akan berganti hp-ku yang akan berkumandang, yang mengisyaratkan bahwa satu pesan terindah penyambut pagi telah terjun membawa embun kesejukan. Pesan singkat darinya yang mampu memberi kesejukan bak embun pagi. Pesan indah yang akan membuatku enggan untuk menghapusnya. Sebuah pesan yang tak pernah bosan aku membacanya meski dalam sehari kadang pernah sampai kubaca sebanyak tujuh kali.
 “Matahariku, segeralah pancarkan sinarmu, bulan telah kembali ke peraduannya, jangan biarkan bumiku gelap, karena hanya pancaran sinarmulah yang mampu menerangi gelapnya bumiku ini”
Sangat indah. Itulah pujian yang sering keluar dari kedua bibir tipisku. Pesan singkat yang sering membuatku seakan melayang di atas awan dan terbang bersama burung-burung kecil atau bahkan pesan yang sering membutku gila setiap pagi karena senyum-senyum sendiri di depan cermin setiap kali membaca pesan tersebut. Mungkin karena pesan itu dikirim oleh seseorang yang sangat istimewa dihatiku, oleh karenanya meski sebenarnya pesan itu biasa-biasa saja, menjadi luar biasa saat aku yang membacanya.
***
Suasana kampus telah ramai meskipun masih pagi. “Hai……semua, tau enggak, weekend kali ini lumayan panjang lho” Jelas salah satu temanku yang sering aku panggil Mama. “Haa….iya ta Ma?” Jawabku dengan bersemangat memastikan. “Iiihhh Zada semangat banget sih kelihatannya, mau pulang ya” Jawab Mama sambil senyum-senyum tanpa tahu alasannya. “Iya lah Ma,,,,,Zada sudah kangen tuh sama seseorang yang nun jauh disana” Sindir salah satu temanku yang postur tubuhnya seperti model karena dia paling tinggi diantara keenam teman dekatku. Dengan malu-malu akhirnya aku menjawabnya “Iya Ma, sudah beberapa bulan aku tidak bertemu dengannya”. “Kangen yaa,,,,” Rahayu temanku yang paling usil mulai mengeluarkan suara.  “Zada, sebenarnya kamu masih berhubungan dengan Farid nggak sih?” ko’ kita sekarang jarang dengar cerita tentang kalian” Lanjutnya.  Tiba-tiba pertanyaan itu mengingatanku pada kejadian beberapa bulan yang lalu saat aku pulang ke rumah dan seakan berada diruang sidang yang sedang dihakimi oleh Bundaku sendiri mengenai hubunganku dengan ka’ Farid.
“Bunda tidak setuju jika kamu masih berhubungan dengan Farid, Farid itu bukan mahasiswa yang cerdas. Benar dia seorang aktivis tapi dia tidak bisa menyeimbangkan kuliah dan kegiatannya menjadi aktivis, Bunda tidak mau jika anak Bunda terpengaruh dengan perilakunya yang tidak mencerminkan seorang mahasiwa” Itulah kata-kata bunda yang masih bisa kuingat jelas di kepala.
“Ehmmm, jadi Bundamu tidak setuju kalau kamu sama ka’ Farid” sahut Rahayu setelah kuceritakan semua kepada mereka. “Kita sebenarnya saling menyayangi, ka’ Farid pernah berjanji padaku bahwa dia tidak main-main dengan hubungan ini, begitupun dengan aku, aku tidak mau jika hubungan kita hanya sekedar main-main yang tidak jelas jluntrungannya. Beberapa bulan yang lalu pasca kejadian Bunda yang marah-marah karena tahu hubunganku dengan ka’ Farid, sebenarnya ka’ Farid ingin datang ke rumah dan bilang pada Bunda bahwa dia sebenarnya ingin segera melamar anaknya yang sangat dia cintai ini, tapi aku melarangnya dengan alasan, yaaa,,,, kalian tahu sendiri kan bagaimana sikap Bunda jika sudah tidak suka pada seseorang, bisa-bisa ka’ Farid digigit saat dia berani datang ke rumah dan menemuiku” Jelasku panjang lebar kepada mereka. “Terus selama ini kalian tidak pernah ketemuan di rumah?” Tanya Ikha salah satu temanku yang pipinya seringkali ingin kucubit saking tembemnya.  
“Ya kalau kita bertemu pasti di kampusnya Kha”.
“Tapi kan Bundamu juga jadi dosen disana, gimana kalau dia tahu kamu ketemuan sama ka’ Farid disana?”
“Aku selalu pura-pura mau bertemu teman-temanku yang mayoritas melanjutkan kuliah disana. Aku bilang kalau aku kangen sama mereka, aku ingin kesempatan pulangku bisa aku gunakan untuk bertemu dan sekedar bertukar kabar dengan mereka. Saat itu memang Bundaku tidak menaruh curiga sedikitpun padaku, tapi aku tak tahu apa yang akan di perbuat Bunda setelah tahu aku masih berhubungan dengan ka’ Farid, mungkin aku tidak akan diizinkan lagi ikut Bunda ke kampus kerena ka’ Farid juga ada disana”.
“Haduhhhh…..kasihan sekali sih kamu Zada” Respon Mama saat mendengar kisah tragis cintaku.
Baru saja ingin kujelaskan lebih lanjut ceritaku karena dosen tak kunjung juga datang, tiba-tiba handphoneku berbunyi. “Hemmm pasti dari ka’ Farid yaa….” Sindir Rahayu. Tidak salah, panggilan masuk dari ka’ Farid. Segera kuangkat panggilan itu dan terdengar suara di seberang sana “Matahariku tidak ada kuliah? Ko’ tumben bisa angkat panggilan kaka’?” tanyanya mengawali perbincaangan.
“Iya ka’ tidak ada dosen pagi ini, ada apa ka’ pagi-pagi sudah telepon?”
“Ndak, kaka’ cuma mau Tanya, adek ndak pulang ta liburan besok? kaka’ dengar dari Adi temen kaka’ yang kuliah di kampus adek, mulai besok hingga ahad kampus adek libur”
“Iya ka’, Zada pulang ko’. Kenapa? Kangen ya?” jawabku menggodanya
“Ehmmm, begitulah” jawabnya singkat dan terdengar suara tawa diseberang sana
“Iya ka’ doakan saja Zada bisa pulang secepatnya. Mungkin kalau tidak hari ini besok pagi”
“Oke matahariku, selamat beraktivitas, semoga cintamu padaku tak akan pernah layu meski jalan yang harus kita tempuh tak sesejuk embun pagi”
Senyum haru tiba-tiba meliputiku “Iya kaka’, semoga jalan kita segera dipermudah”
“Kaka’ akhiri ya dek, kaka’ tunggu kedatangnnya, selamat pagi”
“Iya ka’ selamat pagi”
Tuttt tuttt tuttt sambungan itu terputus.
“Ya sudah, kita akhiri dulu adja ceritanya, sepertinya ada yang sudah tidak sabar nih  pengen segera pulang” Terang Mama sambil beranjak dari tempat duduknya.
***
Belum sampai aku di kamar tiba-tiba ada pesan masuk dari Bunda, “Zada, Nak, Bunda besok ada acara di luar kota, kampus tempat Bunda ngajar besok libur, kampus Zada libur ndak? Kalau Zada pulang, maaf ya Nak, Bunda tidak bisa menemani, Zada ajak papa saja kalau mau jalan-jalan”. Tak lama kemudian kedua jempolku mulai beraksi “iya Bunda, Zada pulang sore ini”. Pesankupun terkirim. Jawaban pesan muncul beberapa detik kemudian “Oke sayang, Bunda tunggu”
Semua barang yag ingin kubawa pulang segera kukemasi dan kumasukkan ke dalam tas ransel yang selama ini menemaniku disaat perjalanan jauh. Tak lupa kubawa novel-novel terbaru yang belum sempat kuselesaikan membacanya. Namun sering novel-novel tersebut tak mampu kuselesaikan membacanya saat liburan dirumah, karena liburanku dirumah lebih sering kumanfaatkan untuk bertemu dengan ka’ Farid dan diskusi bareng dengannya. Atau terkadang karena ka’ Farid juga memberi novel terbaru yang belum pernah kubaca. Aku dan ka’ Farid mempunyai hoby yang sama, membaca novel dan berdiskusi. Namun aku bukanlah aktivis yang cerdas seperti ka’ Farid. Bunda tak pernah mengizinkanku menjadi aktivis, padahal itu adalah cita-citaku sejak aku dinobatkan menjadi seorang mahasiswa. Aku bisa tahu pengalaman hidup seorang aktivis hanya dari ka’ Farid.
***
Bus yang kutumpangi melaju dengan kecepatan sedang. Membelah hutan dan gunung-gunung yang tak ramai oleh pengendara karena hari sudah mulai senja. Perjalananku menuju rumah hanya menghabiskan waktu kurang lebih tiga jam. Sambil melamun di perjalanan, dalam hati ingin sekali aku mempertemukan Ayah dengan ka’ Farid. Karena Bunda besok tidak ada di rumah, sedangkan Ayah pasti juga sedang libur tidak masuk kerja.
Selama perjalanan, aku jarang bermain-main dengan hp sebagaimana penumpang yang lain. Aku lebih suka menikmati pemandangan luar yang begitu indah karena diliputi dengan tumbuhan pinus yang berjajar rapi disepanjang jalan. Dilengkapi dengan aliran sungai-sungai kecil yang begitu jernih airnya.
Terrttt terrrtttt,,,,,,
Tiba-tiba hp-ku bergetar dan ada satu pesan masuk. “Dek, kaka’ besok ingin berkunjung  kerumah adek. Izinkan kaka’ datang kesana ya?” Satu pesan masuk dari ka’ Farid. Kubiarkan kedua jempolku menari diatas keyboard hp untuk menjawab pesan ka’ Farid. “Kaka’ tumben mau main ke rumah? Ada apa ka’? kita tidak ketemu di kampus kaka’ seperti biasa saja ta ka’?”. Tak sampai beberapa menit pesan jawaban dari ka’ Farid masuk “Kaka’ pengen ketemu Bunda dek, kaka’ rasa ini adalah saat yang tepat. Sudah terlalu lama kita menjalani hubungan dengan kondisi seperti ini. Kaka’ tidak pengen jadi pengecut dek, kaka’ ingin menemui kedua orangtua adek dan ingin segera menghalalkan hubungan ini dek”.
Deg, angin apa yang tiba-tiba mendorong ka’ Farid berbicara layaknya seorang raja yang sedang menginginkan permaisuri seperti ini. Seakan-akan ada burung garuda besar yang tiba-tiba menyambarku dan mengajakku terbang bebas ke angkasa luas.
“Ka’ Farid jangan main-main deh, ka’ Farid sedang tidak bercanda kan?”
“Kaka’ serius adek, jam berapa kira-kira kaka’ bisa bertemu orangtua adek?”
Kembali aku mencoba menyadarkan diriku dengan mencubit pipi kananku sambil kujelaskan pada ka’ Farid “Besok Bunda tidak ada dirumah ka’, beliau sedang diluar kota”. “Oke lah, biar ka’ Farid bertemu dengan Ayah saja, meski sebenarnya yang ingin kaka’ temui adalah Bunda, karena beliaulah yang menjadi tantangan terbesar buat kaka’ untuk bisa mendapatkan pujaan hati kaka’” Rasanya kembali burung garuda itu mengebaskan sayap lebarnya dan menempatkan aku di tempat tertinggi. “Iya, kalau memang itu keinginan kaka’, besok kaka’ bisa datang kerumah untuk menemui Ayah”. “Oke adek, ohh ya, sebelumnya kaka’ ingin memastikan sendiri kepada pujaan hati kaka’, kira-kira apakah kaka’ diizinkan menjadi imam untuk adek selamanya?”. Allah…..dalam hatiku bergumam, apa ini jawaban yang Engkau berikan atas do’a-do’aku disetiap malam. Aku yang selalu menunggu kapan kiranya Engkau permudah perjalan kisah ini menuju istana yang lebih mulia.
“Zada percayakan semuanya kepada kaka’, keyakinan Zada kepada kaka’ telah mengakar, Zada tidak bisa menjelaskan panjang lebar di telepon ka’”. “Alhamdulillah, kaka’ akan segera menemui orangtua adek besok, hati-hati diperjalanan, jaga diri baik-baik, sampai bertemu besok, assalamu’alaikum”
“wa’alaikumussalam” Jawabku.
Komunikasi melalui pesan itu kami akhiri, sekali lagi kusebut nama Allah, akhirnya keberanian ka’ Farid untuk datang ke orangtua telah lahir.  Dalam hati aku hanya bisa berdo’a, semoga hati Ayah dan Bunda segera bisa luluh dan mengizinkanku menjalin hubungan yang lebih mulia dengan ka’ Farid.
***
Suasana rumah masih tak beda jauh dengan sebelum-sebelumnya. Ayah masih tetap suka membaca Koran hingga larut malam di depan TV dan Bundapun masih selalu asyik dengan persiapan mengajarnya. Sebelum aku menuju kamar tidurku, aku berbisik pada Ayah. “Ayah, besok ada seseorang yang ingin menemui Ayah, Ayah tidak sibuk kan?”. “Siapa?” jawab Ayah dengan suaranya yang lantang membahana. “Ayah jangan keras-keras, nanti terdengar Bunda. Pokoknya besok Ayah temui saja dia ya Yah?” pintaku pada Ayah.  “Tapi Ayah besok harus mengantarkan Bundamu ke bandara Zada”. “Dia besok datang setelah Ayah dari bandara kok” Bujukku. “Ehmmm, okelah, apa sih yang tidak buat Zada” Jawab Ayah. “Terimakasih Ayah” kupeluk Ayah dan aku kembali menuju kamar untuk istirahat.
***
Malam ini aku tidak bisa tidur nyenyak. Pikiranku terbawa oleh angan mengenai apa yang bakal terjadi besok setelah Ayah bertemu dengan ka’ Farid. Aku memikirkan apa yang akan dilakukan ka’ Farid jika besok dia bertemu langsung dengan Ayah. Aku memang sudah sering menceritakan hubunganku dengan ka’ Farid kepada Ayah. Aku sering menjelaskan bagaimana pengaruhnya terhadap prestasi dan pengalaman yang bisa aku dapatkan selama aku berhubungan dengan ka’ Farid. Namun sekalipun Ayah belum pernah melihat wajahnya secara langsung meskipun sebenarnya respon Ayah begitu baik terhadap hubunganku dengan ka’ Farid. Aku membayangkan apakah besok ka’ Farid bakal berani meminta pada Ayah untuk meminangku dan membawa hubungan kita menuju ridho-NYA atau bagaimana. Ah, entahlah. Namun yang pasti, malam ini tiba-tiba aku ingin bermimpi menjadi seorang pengantin muda yang cantik jelita dengan gaun pengantin yang indah. Dan yang pasti hanya ka’ Farid-lah yang kuizinkan duduk mendampingiku.
***
“Selamat pagi Om” Sapa ka’ Farid kepada Ayah. “Pagi, ya, silahkan duduk” Jawaban manis dari Ayahku. “Saya Farid Om, ini teman saya Adi” Tak kalah manis senyum yang mereka berikan. “Ehm, ini yang namanya Farid, saya sudah sering dengar cerita tentang kamu tapi baru kali ini saya bisa melihat wajahmu” Lanjut Ayah.  “Iya om, calon menantu yang baik” Celetuk Adi membuat suasanya semakin bersahabat.
Ingin rasanya aku bergabung dengan mereka, namun itu tidak mungkin. Aku takut mengganggu kenyamanan mereka. Dibelakang, aku persiapkan beberapa makanan dan minuman. Ayah terlihat begitu  nyaman bersama ka’ Farid. Namun aku tidak tahu pasti apa yang menjadikan Ayah begitu merasa nyaman bersamanya. Begitu pula dengan ka’ Farid. Mereka terlihat seperti sudah lama kenal. Padahal  baru kali ini mereka bertemu.
***
Dua hari kemudian Bunda sudah berada di rumah. Ayah memanggil kami agar berkumpul diruang keluarga. Bunda yang sedang sibuk dengan pekerjaannya akhirnya keluar kamar dan menuju ruang keluarga. Aku tidak tahu pasti apa yang ingin Ayah sampaikan pada kami. Aku tinggalkan novel yang diberikan ka’ Farid saat dia datang kerumah kemaren. “Ayah ini tumben, masih sore sudah ngajak lihat film bareng, ini masih pukul delapan Yah, biasanya kita lihat TV bareng kalau sudah pukul Sembilan kan?” Kata Bunda setelah duduk di samping Ayah. “Ayah kangen kalian saja” Jawab Ayah menggoda. “Tidak, sebenarnya Ayah ingin membicarakan sesuatu tentang Zada” Lanjut Ayah”. “Zada???” Tanyaku heran. “Zada kenapa Yah, Zada kan ndak berbuat salah apa-apa”. “Dengarkan penjelasan Ayahmu dulu Zada” Jawab Bunda”.
Ayah memulai pembicaraan. “Pertama Ayah ingin bicara sama Bunda. Zada itu sudah besar, dan kita sebenarnya sudah tidak layak jika terlalu sering melarangnya untuk berbuat ini dan itu. Asalkan itu tidak menyalahi aturan dan itu memang baik untuknya. Ayah ingin agar Zada segera mengesahkan hubungannya dengan Farid melalui sebuah tali pernikahan. Keduanya sudah sama-sama dewasa. Ayah tidak ingin jika Zada terus-terusan menyembunyikan hubungannya dengan Farid pada kita”. Mendengar keterangan Ayah tersebut Bunda langsung tersentak dan kaget. “Apa??? Sejak kapan Ayah kenal sama Farid? Dia itu bukan anak baik-baik Yah, prestasinya di kampus tidak segemilang Zada, dia itu aktivis yang sukanya hanya demo sana sini, Ayah mau anak Ayah menikah dengan anak seperti itu?”. Dengan panjang kali lebar Bunda menjelaskan kepada Ayah, namun Ayah terlihat tak sedikitpun goyah. Entah apa yang menjadikan  Ayah begitu membela dan menginginkan hubunganku dengan ka’ Farid segera disahkan. Beberapa menit Ayah menjelaskan kembali dengan tidak kalah panjang kali lebarnya kepada Bunda. Akupun hanya diam dan tak tahu harus berbuat apa. Yang aku tahu, aku hanya berdoa’ semoga hati Bunda segera luluh dan mengizinkan hubunganku dengan ka’ Farid. Kulihat wajah Bunda yang awalnya tegang dan memerah padam, kini menjadi teduh dan sikap kasih sayangnya mulai tampak kembali.
Beberapa menit berlalu, dengan airmatanya yang tidak bisa dibendung akhirnya Bunda memelukku dan membisikkan padaku “Bunda izinkan engkau melanjutkan hubunganmu dengan Farid, Bunda tidak akan lagi membencinya, Bunda izinkan jika memang dia ingin menikahimu sayang”. Dipelukan Bunda, aku merasakan ada awan hangat yang menyapa. Aku merasakan kenyamanan disana. Aku merasa dunia ini akan segera bisa kumiliki. Mendapatkan izin dari Ayah dan Bunda, rasanya aku begitu senang yang tiada tara.
***
Pernikahan itu akhirnya kini tak lagi hanya menjadi mimpi. Allah mengizinkan kita mengikat tali suci dan meridhoi ka’ Farid mengucap ijab qobul di depan penghulu dan para saksi. Akhir semester VI aku menikah dengan ka’ Farid. Dia telah selesai mengerjakan skripsinya dan tinggal menunggu waktu wisuda. Pernikahan kami begitu megah dan meriah penuh dengan cinta. Betapa bahagianya kami setelah sekin lama menjalani hubungan tanpa mendapat ridho dari orangtua. Namun akhirnya kami dapat menempuhi semua masa-masa itu dengan sabar dan berusaha. Saat ka’ Farid diwisuda, aku medampinginya. Betapa lengkap kebahagiaan kami. Tali suci itu akhirnya mengikat kami dan menjadikan kami sepasang suami istri yang selalu menjaga satu sama lain. Hubungan itu pula yang kemudian menjadi motivasi terbesarku untuk segera menyelesaikan kuliahku. Dan kamipun berusaha bersama-sama untuk membangun rumah tangga yang penuh dengan keberkahan. Semua teman-temanku yang tahu bagaimana perjalan kasihku dengan ka’ Farid ikut merasakan kebahagiaan yang kami rasakan.



***Bahagia diakhir Cerita 

Kamis, 01 Agustus 2013

“MADU KESETIAANMU”





Kehampaan semakin terasa setelah  terhitung  genap satu minggu dia meninggalkanku. Dia sudah tak bisa kupandang sekehendak hatiku sebagaimana dihari-hari sebelumnya. Dia telah jauh dari pelupuk mata. Takdir telah memisahkan kita. Dia, orang yang sering aku panggil lelaki berasap (karena dia sering merokok) telah pergi meninggalkanku. Dia pergi meninggalkanku karena tuntutan ilmu dan sebagai bukti ketawadhu’annya pada guru.

“Fada, besok pagi saya harus pergi, saya harus ke Mesir sebagaimana permintaan Abah Yai. Saya harus pergi meninggalkanmu, dan pergi ke Mesir bersama neng Zizah. Kamu yang rajin belajar ya, biar suatu saat kamu juga bisa kesana” Kalimat-kalimat itulah yang masih terngiang ditelinga dan pikiranku sampai saat ini. Sampai saat aku tak bisa lagi sesuka hati mendengar bagaimana aktivitasnya hari ini, apakah menyenangkan atau justru sebaliknya. Sampai saat aku tak bisa lagi mendengarkan cerita tentang keluh kesahnya menghafalkan kitab Alfiyah dalam seharian. Dan ternyata waktu satu minggu tanpanya, rasanya hampa jalan kehidupanku saat ini.

Perkenalanku dengannya dimulai saat kita sama-sama duduk dikelas Advance di kelas tambahan bahasa Inggris yang sering kita ikuti setiap malam. Sejak saat itulah kami sama-sama memiliki rasa untuk lebih saling mengenal. Tak akan ada pondok pesantren yang mengizinkan santrinya berpacaran. Begitu pula dengan pondokku. Meskipun ada antara santriwan dan santriwati yang saling memiliki rasa, namun tidak akan pernah ada ruhshoh bagi keduanya untuk bisa saling bertemu secara terang-terangan. Begitu pula dengan kisahku dan dia. Akan tetapi kami berdua bukanlah golongan orang yang kemudian hanya sendiko dawuh saja pada pengurus-pengurus kita.

Dia adalah kakak kelasku yang pandai dalam berbagai bidang dan sangat terkenal dipondokku. Dia mempunyai sejuta cara agar bisa bertemu denganku. Dan dialah yang mengajariku bagaimana caranya agar hubunganku dengannya tetap lancar tanpa harus ada gangguan dan hukuman dari para pengurus. Rasa sayangkupun semakin lama seolah semakin tumbuh subur. Dan ternyata begitu pula sebaliknya dengan apa yang dia rasakan. Kami sering belajar bersama tanpa harus ada yang mencurigai bahwa kami sebenarnya memang saling suka dan saling memiliki rasa. Dan sampai suatu ketika aku harus berpisah jauh dengannya.

Seiring dengan berjalannya waktu yang semakin hari kian bertambah, suatu ketika hatiku tiba-tiba bergetar begitu hebat saat mendengar kasak kusuk dari orang-orang disekelilingku yang mengatakan bahwa lelaki berasapku ternyata akan dijodohkan dengan neng Zizah putri Abah Yaiku yang saat ini sedang menuntut ilmu bersamanya. Dan kekhawatiran hatikupun semakin bertambah ketika beberapa bulan lamanya aku tak pernah mendengar kabar darinya. Hatiku rasanya tersayat dan ingin menangis sekeras-kerasnya. Namun apa daya, ini tak akan menjadikannya seolah-olah bak pangeran yang tiba-tiba datang menjemputku menuju istananya. Aku hanya bisa berharap dan berharap, agar dia menolak perjodohan itu dan tetap memilihku menjadi bidadarinya. Hari-harikupun kulalui dengan senyuman yang terasa sulit kukembangkan.

Aku merasakan pagi ini berbeda dengan hari-hari biasanya. Mataku yang semula sayu menjadi bak mata bidadari yang tiba-tiba terbelalak begitu lebar. Aku melihat sosok lelaki berasapku duduk ditempat diamana aku dan dia biasa belajar bersama. Dia datang untukku. Dia tetap setia pada bidadarinya. Dia tak mengkhianati cintaku. Dan ternyata dia tetap memilih setia kepadaku dan menolak perjodohan itu. Dan kini aku merasakan betapa manisnya madu kesetiaanya padaku.

















Selasa, 25 Juni 2013

Puisiku



Wanita Pelita Semesta
Oleh : Zada el-Qolbi

Bening putih warna hatinya
Memantulkan sinar indah yang meradiasinya
Halus lembut ucap kalimatnya
Akhlak terjaga disetiap langkahnya

Teguh dan kokoh kekuatan pikirnya
Penentram batin pendukung setia
Proporsional senyum manisnya
Tak menimbulkan fitnah bagi sekelilingnya

Meningkat kualitas akhlaknya
Menambah  tinggi rasa malunya
Kemilau dunia mampu terlupa
Remangnya lampu kota jauh dari pikirannya

Mahkota indahmu terjaga sempurna
Sapa lembutmu bagaikan sutera
Cahaya nasihatmu melebihi harga permata
Dan keelokanmu sungguh sangat mempesona

MENJADI GURU YANG DIRINDU

 menjadi guru adalah panggilan hati.  selengkapnya...... smamuhammadiyah1ngawi.sch.id