“Pada
intinya kita tidak akan pernah terhindar dari yang namanya kimia”, Bapak Fasya
mengakhiri materi kuliah hari ini.
“Wusshhh…..”
sebuah pesan masuk kedalam inbox Hp-ku.
“Assalamu’alaikum,
maaf benar ini dengan Dila?. Saya Aldo, adiknya Mas Abi, Saya sekarang sedang
di Malang Dil, tepatnya dikampusmu, boleh saya minta bantuan kamu Dil?”
Satu
pesan dari nomer yang belum aku kenal sebelumnya. Namun membaca nama mas Abi
aku langsung ingat masa SMA-ku. Mas Abi kakak tingkatku yang pernah menjadi
idolaku.
Sambil
berjalan menuju pintu keluar aku kirim pesan jawaban. “Wa’alaikumussalam, Iya
benar saya Dila, Oh iya, kalau boleh tahu mau minta bantuan apa?”.
Tiba-tiba
ketiga kawanku berteriak. “Dila, bungamu ketinggalan nih”, sambil berlari ke
arahku.
“Hemm,
terburu-buru banget sepertinya”, lanjut Lida.
“Iya,
duluan ya”, kutarik rangkaian bunga Melati yang ada ditangan Fada dan kutinggalkan mereka dalam keadaan bertanya-tanya.
Rangkaian bunga itu sengaja aku beli untuk hiasan kamarku karena aku begitu
tergoda dengan keindahan Melati. Kuturuni tangga dan kubaca pesan masuk
selanjutnya.
Aldo
ingin bertemu denganku di taman samping masjid untuk meminjam KTM-ku agar dia
bisa meminjam buku perpustakaan di kampusku yang tidak ada dikampusnya. Karena kebetulan
aku sedang ingin menuju masjid dan jam kuliah-pun juga sudah berakhir, aku
iyakan permintaanya.
***
Sepanjang
perjalanan menuju taman masjid, aku pegang erat-erat rangkaian bunga itu agar
tidak rusak diterpa angin.
Kupandangi
semua orang yang ada di taman samping masjid. Hampir semua yang ada disana
tidak asing di penginderaan mataku. Namun ada dua orang yang bayangannya tak
pernah jatuh sebelumnya di retinaku. Salah satu dari mereka tersenyum kepadaku.
Tidak salah lagi, dialah Aldo, adik mas Abi yang sebelumnya pernah diceritakan
oleh mas Abi padaku ketika SMA dulu. Prestasinya yang luar biasa di bidang
tulis menulis sempat membuatku kagum dan penasaran untuk melihat orangnya
langsung.
Seketika
itu aku terkesima. Dia lebih mempesona dari yang pernah diceritakan. Wibawanya
sungguh terlihat. Pemuda yang mempunyai intelektual tinggi. Tak heran jika
banyak yang mengagumi.
Tiba-tiba
batinku berkata, “Tidak mungkin cowok secakep dan sekeren dia belum punya
pacar”.
“Dila
ya?” sapanya mengagetkanku.
“e..
e.. ehm iya” jawabku gugup. “Maaf lama”, lanjutku.
“Oh
iya ndak papa. Aku akan tinggal di asrama kampusmu selama tiga hari. Ada
kegiatan organisasi yang kebetulan diadakan disini” jelasnya padaku.
Aku
hanya tersenyum dan menjawab seperlunya. Ketika aku hendak memberikan KTM
tersebut tiba-tiba ada sepeda yang menyerempetku dan, “Brukkkk”, aku terjatuh di jalan samping taman
itu. Tidak banyak yang menyaksikan kejadian itu. Anak kecil yang mengendarai
sepeda itu langsung lari melihat tanganku terluka. Rangkaian bunga yang aku
bawa sebelumnya jatuh berantakan tak karuan. Bunga itu rusak dan sebagian
hancur tertindas ban sepeda. Aku meringis menahan sakit. Sementara Aldo yang
melihat kejadian itu serta merta berusaha menolongku dan membantuku untuk
bangkit. Luka tanganku terasa perih. Dibantu temannya, Aldo menggandengku
menuju tempat duduk.
Bunga
special itu hancur berantakan dan tak bisa diperbaiki lagi. Wajahku kusut
menyimpan kecewa. Kuceritakan pada Aldo bahwa bunga itu bagiku sangat berharga.
Tak ada yang menyamai keelokan bunga Melati. Aldo-pun tahu apa yang sedang aku
rasakan. Seusai kejadian itu kamipun berpisah dan komunikasi kami berlanjut via
sms.
***
Keesokan
harinya, giliran Aldo yang menemuiku di taman samping fakultas yang tidak jauh
dari tempat Aldo menginap selama kegiatan di kampusku. Aku telah berada disana
satu jam lebih awal dari biasanya karena aku harus mengerjakan tugas bersama
teman-temanku yang lain. Aldo menemuiku untuk mengembalikan KTM yang kemaren
sempat ia pinjam untuk meminjam buku.
“Dila”,
panggilnya tiba-tiba mengagetkan aku dan teman-temanku. Aldo datang bersama
empat temannya.
“Aldo,
kamu sudah disini? Kok ndak sms dulu?” tanyaku.
“Ngapain
sms, sudah cukup jelas alamat yang kamu berikan tadi malam”.
Sontak
teman-temanku berteriak, “Cie,,,,”. Dan akupun hanya tersenyum melihat ulah
mereka.
“Ini
KTM kamu, terimakasih banyak telah membantu”, ucapnya dengan senyuman manis
itu.
“Iya,
sama-sama”, jawabku.
Tiba-tiba
dia mengambil sesuatu dari tangan salah satu temannya. Dan Dia memberikan
kepadaku sebuah rangkaian bunga indah yang sama persis dengan rangkaian bunga
yang kemaren rusak.
“Dila,
izinkan aku menjadi bagian dari Melati itu agar aku bisa selalu menemanimu dan
menjadi pendampingmu”, pintanya padaku.
Aku
begitu terkejut dengan semua ini. Didepan teman-temanku dan teman-temannya dia
berani mengutarakan perasaanya kepadaku. Aku terpana. Akalku tiba-tiba
melayang. Seperti mimpi. Dan akupun hanya tersenyum, mengangguk, mengiyakan
permintaaanya. Melati Cintaku-pun kini semakin semerbak mewangi menebar
pesonanya.
***
#Cerita ini kutujukan pada dia. Dia yang sempat membuatku terpukau dengan puluhan karyanya. Dia yang sempat membuat pikiranku kacau dengan sikap santun yang dimilikinya. Dia yang sempat hadir ke telaga cintaku. Dia yang terpisah disana. Dia yang sedang mempertebal ilmu agamanya. Dia yang pandai menyampaikan setiap opininya. Dia yang tak pernah berhenti menggoreskan karyanya.